• Headline

    Mengenal Helicopter Parenting

    Foto/google.com. Ilustrasi keluarga dari generasi ke generasi.

    Siapa yang tak bahagia menjadi orangtua? Tentu menjadi orangtua merupakan hal paling dinanti oleh sebagian orang. Apalagi bagi mereka yang sudah memulai bahtera rumah tangga.

    Menjadi orangtua yang baik menjadi tantangan tersendiri dalam diri untuk bisa meningkatkan kualitas menjadi ayah ataupun ibu. Ada banyak cara yang orangtua lakukan untuk terus bisa menjaga dan membahagiakan anak.

    Namun, cara-cara tersebut justru perlu diperhatikan agar tidak salah dalam mendidiknya. Seperti helicopter parenting. apakah itu?

    Pengertian Helicopter Parenting

    Menurut Ann Dunnewold Ph. D., Helicopter Parenting adalah usaha berlebihan yang dilakukan orangtua untuk anaknya. Usaha ini cenderung menggambarkan orangtua yang selalu ingin terlibat dalam semua kehidupan si anak. Akibatnya, orangtua cenderung mengontrol setiap kegiatan anak, terlalu melarang ini dan itu, serta memberika kehendak lebih terhadap anak.

    Misalnya seperti melarang anak bermain bersama teman-temannya, memilihkan ekskul untuk anak, bahkan mainan apa pun orangtua yang mengontrolnya. Tak hanya pada anak kecil, Helicopter Parenting ini juga bisa berlanjut hingga anak-anak beranjak dewasa. Misalnya terlalu mengekang, selalu menanyakan apa yang telah dilalui anak tersebut, dan lain sebagainya.


    Apakah baik bila menerapkan helicopter parenting?

    Ternyata, orangtua yang terlalu mendominasi kehidupan anaknya tentu bisa berdampak buruk untuk kehidupan anak tersebut, lho. Orangtua mungkin awalnya berpikir, “Ini demi kebaikan anak, kok,” Tetapi realita menunjukkan kebalikannya.

    Ada beberapa dampak buruk dari helicopter parenting untuk kehidupan anak di masa mendatang.

    1. Anak kurang percaya diri

    Ketika orangtua selalu memilihkan apa yang anak butuhkan, suatu saat anak tersebut akan menjadi tidak percaya diri. Kenapa? Karena mereka sudah terbiasa bergantung pada orangtuanya. Mereka akan tidak percaya diri jika memilih sesuai keinginannya, atau mungkin mereka akan berpikir, “Takut ayah bunda tidak setuju.”

    2. Kurang terampil

    Sebagian orangtua lain terlalu sering mengerjakan sesuatu demi anaknya. Seperti contohnya mengikatkan tali sepatu, mengancingkan baju, dan lain sebagainya. Padahal hal tersebut dapat melatih keterampilan sang anak. Jadi, kalau terlalu sering bahaya juga lho, bunda.

    3. Merasa takut gagal

    Orang tua yang terlalu ikut campur dalam kehidupan anak ternyata akan mengakibatkan anak takut menghadapi kegagalan. Karena anak tersebut sudah terbiasa menghadapi kesalahan dan kekurangannya dengan diselesaikan oleh orang tuanya. Hm, bahaya juga ya bun!

    4. Depresi

    Anak akan merasa tidak memiliki kuasa atas dirinya sendiri ketika orangtua selalu mengambil peran dalam pilihan sang anak. Hal tersebut dapat memicu anak menjadi depresi. Maka dari itu sepertinya orang tua harus sedikit mengurangi kecemasan mereka.

    5. Pembangkang
    Sebagai orangtua, wajar rasanya jika kita selalu ingin mengarahkan anak ke sesuatu yang baik. Tapi satu hal yang perlu diingat, orangtua yang terlalu protektif justru dapat membuat anak menjadi pembangkang. Terlalu banyak dilarang atau terlalu banyak menyuruh ternyata bukan membuat anak menjadi penurut melainkan sebaiknya, lho.


    Jadi, apa yang harus dilakukan orang tua dalam mendidik anak?

    1. Menenangkan diri dengan olah bernapasan

    Lakukanlah afirmasi positif. Ketika muncul pemikiran negatif tentang anak, marilah kita atur pola pernapasan. Imajinasikan segala hal yang indah menyangkut anak-anak. Lakukan hingga kita merasa lebih tenang.

    2. Cari pemicu kecemasan kita

    Diam, lalu renungkan apa saja yang selama ini menjadi titik kecemasan kita. Kalau perlu tuliskan lalu renungi. Ingat, tidak selamanya kita sebagai orangtua akan mendampingin anak dalam hal apapun.

    3. Dengarkan dengan kesadaran dan kesabaran

    Tahan diri untuk terus memarahinya. Biarkan sang anak bercerita panjang lebar mengenai kehidupannya. Jangan mencoba memotong ceritanya dan bertanya banyak. Terkadang anak-anak hanya butuh jawaban singkat sekadar, “Ohh begitu, lalu bagaimana?”

    No comments