• Headline

    Litbeat Festival 2019, Menarik Perhatian Mahasiswa TGP

    Foto/Nurnafisah. Mochtar Sarman sedang presentasi pada diskusi "Penjelmaan-Penjelmaan Konten" di Ruang Auditorium, Perpustakaan Nasional, Selasa (3/9).

    Litbeat Festival kembali diadakan pada 2-3 September 2019. Festival yang dihadirkan untuk pelaku dan pecinta perbukuan ini bertempat di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, tepatnya di Jalan Medan Merdeka Selatan No.11, RT.11/RW.2, Gambir, Kec. Senen, Jakarta Pusat. Litbeat mendatangkan beberapa pembicara dari dalam maupun luar negeri untuk membahas isu terkait elemen yang membentuk ekosistem perbukuan.

    Acara berlangsung selama dua hari mulai pukul 8.30 sampai 18.00 WIB. Panitia mengundang Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta untuk membuka acara pada Senin (2/9). Acara terdiri dari 9 program yang dibagi menjadi dua hari, yaitu 3 program di hari pertama dan 6 program di hari kedua. Peserta Litbeat Festival 2019 pun beragam mulai dari anak muda, orang dewasa, dan masyarakat dari dalam maupun luar negeri.

    Salah satunya Politeknik Negeri Jakarta, yang mengirimkan 42 mahasiswa dari jurusan Teknik Grafika dan Penerbitan (TGP) untuk menjadi peserta Litbeat Festival 2019. Sebagai jurusan di bidang industri kreatif, TGP mengikuti beberapa sesi diskusi di hari kedua, yaitu diskusi yang bertajuk “Paving the Streets with Books”, “Menambang Konten, Membagi Hasil”, dan “Penjelmaan-Penjelmaan Konten”.

    Dalam diskusi “Paving the Streets with Books”, Asmara Wicaksono sebagai pemandu acara membuka diskusi mengenai “Bisakah sebuah kota didesain berbasis literasi?” Kemudian pertanyaan tersebut ditujukan kepada keempat pembicara, yaitu Syeikh Faisal Syeikh Mansor, Trasvin Jittidecharak, Karina Bolasco, dan Nguyen Mahn Hung. Para pembicara tersebut menceritakan perkembangan kota literasi di masing-masing negaranya, seperti Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam.

    Berbeda halnya dengan diskusi “Menambang Konten, Membagi Hasil”, dalam diskusi tersebut menjelaskan mengenai proses alih wahana dari sebuah buku menjadi film mulai dari persoalan kontrak, copyright, dan permasalahan bagi hasil di dunia perfilman.

    Sebagai salah satu mahasiswa TGP yang mengikuti diskusi tersebut, Hilman Muzakki merasa mendapat wawasan baru tentang dunia penerbitan buku dan perfilman. “Ternyata dunia literasi gak sesempit kata kebanyakan orang. Bagi saya sendiri selaku orang yang terjun ke dunia kreatif jadi ngerasa gak khawatir lagi karena era sekarang ini terus-menerus butuh sesuatu yang baru,” kata mahasiswa desain grafis semester 5 itu.

    Sementara dalam diskusi “Penjelmaan-penjelmaan Konten”, menghadirkan tiga narasumber, yaitu Joshua Simandjuntak dari BEKRAF, Mohammad Taufiq (Emte) dari Ilustration Creator, dan Mochtar Sarman dari ahli Intelectual Property (IP). “Diskusi ini sih berkaitan banget sama TGP yang nantinya bakal jadi creator,” kata Uthari Handayani, salah satu mahasiswa TGP yang menjadi peserta diskusi bertajuk “Penjelmaan-penjelmaan Konten”.

    Menurutnya, diskusi ini memberikan pemahaman bagi peserta khususnya anak muda yang nantinya akan menjadi creator literasi untuk belajar menciptakan karya yang memiliki IP, brand licencing, dll untuk meningkatkan GDP Indonesia. “Ternyata dari sebagai creator literacy tuh gak cuma dapat penghasilan dari satu karya aja, buku misalnya. Ternyata bisa juga dikembangkan dalam bentuk merchandise, film, animasi, dll,” kata Uthari.

    “Keseluruhan acaranya bagus sih, susunannya rapi dan jadwalnya kontras jadi kita tinggal pilih yang paling pengen kita ikuti,” kata Hilman. Selain itu, Hilman juga merasa pembicaranya bagus karena dapat menyampaikan poin-poin dengan jelas dan mudah dimengerti.

    “Semoga sih makin banyak acara-acara kayak Litbeat ini agar bisa membuka wawasan dan juga meningkatkan minat seseorang di bidang kreatifnya masing-masing,” lanjutnya. (Nurnafisah-Politeknik Negeri Jakarta)

    1 comment: