• Headline

    Aku dan Medsosku (Bagian 2)

    Foto/Unsplash.com. Ilustrasi media sosial.

    Baca sebelumnya di sini..

    Keesokan harinya, pesananku datang. Ternyata tidak perlu waktu yang lama seperti yang kubayangkan. Cheesecake yang kupesan sudah tiba, bentuknya sama persis seperti yang kulihat di foto tadi malam. Semoga rasanya tidak mengecewakan. Lalu kubawa kue itu saat bertemu Reina dan Senja.

    “Wah, cheesecake!” kata Reina yang kaget ketika kubawakan kue kesukaannya.

    “Tumben,” kata Senja bernada menyindir.

    “Jangan memulai keributan deh, ini kuberikan pada kalian sebagai bentuk permohonan maafku. Kemarin aku sudah marah pada kalian, dan meninggalkan komentar tidak baik di akunmu, Senja. Jadi, kalian mau memaafkanku ‘kan?” tanyaku pada mereka.

    “Tentu, kenapa tidak? Apalagi dikasih cheesecake,” kata Reina sambil tersenyum.

    “Iya kita maafin, lain kali hati-hati lagi dalam bicara di medsos ya,” kata Senja.

    “Iya, tapi lain kali juga jangan pamer, hehe,” kataku sambil tersenyum.

    “Iya, baiklah. Sekarang kita coba kuenya ya,” kata Senja.

    Lalu kami memakan kuenya bersama-sama. Argh, aku dibohongi! Rasanya tidak sesuai dengan ekspektasi. Di instagram fotonya sangat menarik, penataannya terlihat rapi dan kelihatannya sangat enak. Tapi kenyataanya rasa cheesecake itu terlalu asin dan teksturnya tidak lembut seperti apa kata orang.

    “Waduh, kenapa rasanya begini?” kataku sambil panik.

    “Kamu beli di mana sih, San? Online ya?” tanya Reina dengan dahi mengerut.

    “Hehehe, iya… Habisnya aku kemarin mendadak ingin memberikan kalian kue, yaa biar praktis jadi online deh belinya,” kataku sambil tersenyum merasa bersalah kepada Senja dan Reina.

    “Kamu gak lihat testimoninya dulu?” tanya Senja.

    “Nggak, habisnya harganya murah daripada yang lain, jadi kubeli saja,” jawabku sederhana.

    “Lagi-lagi karena medsos nih kamu jadi begini, San! Ckckck,” kata Reina.

    “Hehehe, maaf ya teman-teman. Tenang, nanti aku beli lagi deh chessecake-nya yang enak,” ujarku.

    “Di dekat rumahku ada chessecake yang enak, beli di sana aja,” ujar Reina.

    “Wah, ayo ke rumahmu sekarang,” ajakku.

    “Ayo, ada bundaku di rumah, kita bisa makan enak juga, hehe,” tutur Reina sambil bergurau.

    “Nah, kalo itu aku setuju,” jawab Senja yang suka makan itu.

    “Baiklah, ayo,” kataku mengajak mereka ke dalam mobilku.

    Lalu kami bergegas ke rumah Reina. Sesampainya di sana kusalami tangannya Bunda Reina, begitupun dengan Senja dan Reina yang ikut menyalami tangan bundanya. Wanita berjilbab lebar itu mempersilakan kami duduk dan menyuruh kami untuk menunggu. Setiap kami datang ke rumah Reina, kami selalu saja dijamu dengan makanan enak buatan bundanya yang ahli memasak itu. Sambil menunggu makanannya selesai, kukeluarkan gawaiku dan sesekali menengok cuitan di twitter

    “Bunda bikin spaghetti ya, kalian suka pedas ‘kan?” tanya Bunda Reina kepada kami.

    “Suka, Bun,” jawab Senja.

    “Kalau kamu suka pedas juga, San?” tanya Bunda padaku.

    Aku tersenyum pada layar gawaiku. Cuitan yang kubaca sangat menghibur.

    “Hey, San! Ditanya bunda, tuh,” kata Senja sambil menepuk bahuku.

    “Ya ampun, seru sekali main gawainya,” kata Bunda Reina sambil tersenyum.

    “Yaampun, Bunda, maaf ya aku tidak dengar,” kataku tersadar.

    “Sabar, Bun. Sunny memang begitu, suka sibuk sama gawainya!” kata Reina bernada sindiran.

    “Iya, tidak apa-apa, San. Jadi kamu suka pedas atau tidak?” tanya Bunda Reina kembali.

    “Suka banget, Bunda!” jawabku semangat.

    “Giliran yang pedas-pedas kamu semangat jawabnya,” ejek Senja padaku.

    “Ya sudah, bunda buatkan dulu ya,” kata Bunda Reina, lalu ia pergi ke dapur.

    “Hey, Sunny. Kebiasaan burukmu itu semakin lama tidak baik deh,” kata Reina.

    “Maksudmu?” tanyaku heran.

    “Lihatlah, kamu sudah diperbudak teknologi. Kamu seharusnya bisa lebih bijak lagi menggunakannya, San,” pesan Reina padaku.

    “Iya, San. Kemarin tulisanmu di blog menyinggung orang, lalu komentarmu tidak baik di unggahanku, belum lagi kebiasaanmu belanja online yang sudah sering dilakukan. Sekarang coba kamu lihat, kamu jadi tidak fokus diajak berbicara di dunia nyata,” jelas Senja.

    “Kamu juga kemarin pakai medsos untuk pamer kan? Tapi ya gimana, aku sudah kebiasaan seperti ini,” kataku beralasan.

    “Iya, itu kesalahanku juga. Tapi kesalahanmu lebih banyak,” bantah Senja.

    “Yaampun, sudahlah jangan bertengkar. Aku punya ide bagus, mau dengar ideku tidak?” kata Reina.

    “Apa?” tanya aku dan Senja.

    “Bagaimana kalau kita belajar sama-sama untuk bijak di medsos? Tidak boleh bicara yang tidak baik, tidak boleh berpura-pura atau pamer, kurangi belanja lewat online, yaa.. sesekali boleh lah kalau butuh. Oiya, terakhir batasi penggunaan gawai saat kita sedang bersama, bagaimana?” usul Reina.

    “Kalau ada yang melanggar, bagaimana?” tanya Senja.

    “Yang melanggar harus memberikan hadiah kepada yang menang, setuju?” kata Reina.

    “Menarik. Ayo kita coba,” jawabku percaya diri.

    “Kamu yakin? Di sini kamu lho yang sering melanggar,” kata Senja sambil mengejek.

    “Harus yakin dong! Iya ‘kan, San? Media sosial itu seharusnya mendekatkan yang jauh, bukan menjauhkan yang dekat, jadi kita jangan tertukar. Ambil baiknya buang buruknya,” kata Reina meyakinkanku.

    “Baiklah, aku yakin dan aku siap,” jawabku.

    “Spaghettinya juga siap untuk kalian yang sudah siap…” kata Bunda Reina yang tiba-tiba datang membawa nampan yang berisi tiga piring spaghetti.

    “Wah, makasih banyak, Bunda!” kata Reina.

    “Sama-sama, sayang. Selamat makan, jangan lupa dihabiskan ya,” kata Bunda Reina kepada kami.

    “Baik, Bunda. Terima kasih,” ucap kami serentak.

    Aku bersyukur bisa dikelilingi oleh orang baik seperti mereka, selalu mengingatkan aku di saat aku salah. Dari sanalah aku belajar menjadi bijak sebagai pengguna media sosial, bahkan aku memulai hal baru yaitu menebarkan kebaikan di media sosial.

    Dari sanalah muncul kembali harapanku untuk menjadi matahari yang sesungguhnya, yang bersinar dan bermanfaat untuk orang lain seperti harapan mama dan papa. Lagi-lagi Reina dan Senja mendukungku. Aku percaya, lingkungan yang baik akan melahirkan karakter yang baik, dan semua itu akan tercermin pada akun media sosialku. Jadi, ayo berbuat baik. Bukan hanya di dunia maya, tapi juga di dunia nyata.

    Selesai.


    2 comments: